LAPORAN AKHIR RISET

STUDI TENTANG PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF
( PENELITIAN PADA PEMILU 2014 )
DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PKN
PENGAMPU : NATAL KRISTIONO,S.Pd.,M.H.
Oleh:
Muhammad Irawan
7101413313
ROMBEL 8
Muhammad Irawan
7101413313
ROMBEL 8
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
A. Pendahuluan
Pemilu dilaksanakan setiap 5
tahun sekali sebagai sarana untuk memilih calon wakil rakyat maupun calon
presiden. Pemilihan Umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat
sebagai wujud keikutsertaan seluruh rakyat Indonesia dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Negara berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
Sepanjang perjalanan
sejarah, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum sebanyak 9
(sembilan) kali dengan rincian 1 (satu) kali pada Era Orde Lama, 6 (enam) kali pada Era Orde Baru dan 2 (dua)
kali pada Era Reformasi. Penyelenggaraan
Pemilu Tahun 2004 sangat berbeda bila dibandingkan dengan penyelenggaraan
Pemilu sebelumnya. Perbedaan dimaksud antara lain pada Penyelenggara pada Pemilu
yang lalu penyelenggara disebut PPD (Panitia Pemilihan Daerah) merupakan
gabungan dari Parpol yang ada serta perwakilan dari unsur Pemerintah dan
bersifat sementara, sedangkan pada penyelenggaraan Pemilu tahun 2004 sebagai
Penyelenggara adalah Komisi Pemilihan Umum dengan jumlah personil 5 (lima)
orang melalui seleksi secara berjenjang, memiliki masa kerja 5 (lima) tahun
bersifat Nasional, tetap dan mandiri.
Disisi lain pada Pemilu sebelumnya hanya
memilih Calon Legislatif tetapi pada Pemilu sekarang temasuk memilih Calon
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) serta sekaligus memilih Presiden dan Wakil Presiden. Dalam melaksanakan tugas Komisi Pemilihan
Umum Kota Semarang berpedoman pada Program, Tahapan dan Jadwal Waktu
Penyelenggaraan Pemilu yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum Pusat. Secara
umum seluruh rangkaian penyelenggaraan Pemilu di Kota Yogyakarta dapat berjalan
lancar, masalah-masalah yang timbul sebagai perkembangan dinamika dalam setiap penyelenggaraan
kegiatan dapat diselesaikan secara baik dengan mengedepankan langkah koordinasi
dengan semua pihak terkait.
Bagi instansi setiap selesai
melaksanakan kegiatan mempunyai kewajiban membuat laporan pertanggungjawaban
tentang pelaksanaan kegiatan, hal itu pun
berlaku bagi Komisi Pemilihan Umum Kota Semarang. Agar setiap kegiatan
yang diselenggarakan dapat berdaya dan berhasil guna, transparan Komisi
Pemilihan Umum Kota Semaramg selalu berupaya menjalin komunikasi, koordinasi
dengan semua pihak yang terkait sehingga semua kegiatan dapat terlaksana sesuai
jadwal yang telah ditetapkan.
B. SISTEM PEMILIHAN UMUM
2014
1.
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten
1.1 Pencalonan
Seorang bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi
dan DPRD Kabupaten/Kota harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.
Warga Negara Indonesia yang berumur 21 (dua puluh satu tahun atau lebih).
- Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Yang dimaksud bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam arti taat menjalankan kewajiban agamanya.
- Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Cakap berbicara, membaca dan menulis dalam Bahasa Indonesia.
- Persyaratan ini tidak bermaksud untuk membatasi hak politik warga negara penyandang cacat yang memiliki kemampuan untuk melakukan tugasnya sebagai anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
- Berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menegah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat.
- Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
- Yang dimaksud setia dalam hal ini dibuktikan dengan surat pernyataan dari calon anggota DPR dan DPRD yang bersangkutan dengan diketahui oleh Pimpinan Partai Politik sesuai tingkatannya.
- Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
- Sehat jasmani dan Rohani
- Sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan surat keterangan dari tim penguji kesehatan yang ditunjuk oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
- Terdaftar sebagai pemilih.
- Bersedia bekerja sepenuh waktu.
- Mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada BUMN/BUMD, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan tidak dapat ditarik kembali.
- Bersedia untuk tidak berpraktik sebagai Akuntan Publik, Advokat/Pengacara, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara, serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR. DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, sesuai peraturan perundang-undangan.
- Menjadi anggota Partai Politik peserta Pemilu.
- Dicalonkan hanya di 1 (satu) Lembaga Perwakilan.
- Dicalonkan hanya di 1 (satu) Daerah Pemilihan.
Untuk membuktikan
persyaratan tersebut di atas, seorang bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi
dan DPRD Kabupaten/Kota memerlukan kelengkapan administrasi yang terdiri dari :
a.
Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan atau Akte Kelahiran Warga Negara
Indonesia.
b.
Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, sajadah, sertifikat, atau
surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program
pendidikan menengah.
c.
Surat keterangan tidak tersangkut perkara pidana dari Kepolisian
Negara R.I setempat.
d.
Surat keterangan berbadan sehat jasmani dan rohani.
e.
Surat tanda bukti sudah terdaftar sebagai pemilih.
f.
Surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja sepenuh waktu
yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup.
g.
Surat pernyataan kesediaan tidak berpraktik sebagai Akuntan
Publik, Konsultan, Advokat/Pengacara, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa, yang berhubungan
dengan keuangan negara, serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik
kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota, yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup.
h.
Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai
Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian
republik Indonesia, pegawai pada BUMN/BUMD, serta badan lain yang anggarannya
bersumber dari keuangan negara.
i.
Kartu Tanda Anggota Partai Politik peserta Pemilu.
j.
Surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu)
Partai Politik untuk 1 (satu) Lembaga Perwakilan yang ditandatangani di atas
kertas bermaterai cukup.
k.
Surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu)
Daerah Pemilihan, yang ditandatangani diatas kertas bermaterai cukup.
Tata Cara Pengajuan
Bakal Calon dan Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
Proses penetapan bakal
calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, dimulai seleksi
internal Partai Politik Pemilu. Seleksi ini dilakukan secara demokratis dan
terbuka sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil seleksi, Partai Politik peserta Pemilu yang bersangkutan
menyusun daftar bakal calon. Daftar bakal calon anggota DPR ditetapkan oleh
Pengurus Pusat Partai Politik yang bersangkutan, sedangkan daftar bakal calon
anggota DPRD Provinsi ditetapkan oleh Pengurus Partai Politik peserta Pemilu
tingkat Provinsi, dan daftar bakal calon anggota DPRD Kabupaten/Kota,
ditetapkan oleh Pengurus Partai Politik peserta Pemili tingkat Kabupaten/Kota.
Dalam daftar bakal calon
tersebut, memuat paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) perwakilan
perempuan. Setiap 3 (tiga) orang bakal calon, terdapat sekurang-kurangnya 1
(satu) orang calon perempuan. Yang dimaksud Pengurus Pusat Partai Politik,
adalah Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Politik atau nama lain, sedangkan yang
dimaksud Pengurus Partai Politik tingkat provinsi, adalah Ketua Dewan Pimpinan
Daerah Partai Politik tingkat provinsi atau nama lain, dan yang dimaksud dengan
Pengurus Partai Politik tingkat kabupaten/kota, adalah Ketua Dewan Pimpinan
Partai Politik tingkat kabupaten/kota, atau nama lain. Daftar bakal calon
dimaksud , dapat memuat sebanyak-banyaknya 120% (seratus dua puluh perseratus)
dari jumlah kursi setiap Daerah Pemilihan.
Daftar bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi
dan DPRD Kabupaten/Kota dimaksud diajukan kepada:
1. KPU untuk daftar calon
anggota DPR yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal atau
sebutan lain.
2. KPU Provinsi untuk
daftar calon anggota DPRD Provinsi yang ditandatangani oleh Ketua dan
Sekretaris atau sebutan lain.
3. KPU Kabupaten/Kota untuk
daftar bakal calon anggota DPRD Kabupaten/Kota, yang ditandatangani oleh Ketua
dan Sekretaris atau sebutan lain.
Peserta
pemilu ada dua macam, yakni partai politik dan perseorangan.Peserta partai
politik dalam Pemilu adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD provinsi maupun
kabupaten/kota. Sementara itu peserta perseorangan dalam Pemilu adalah untuk
memilih DPD (Dewan Perwakilan Daerah)
Syarat-Syarat Peserta Pemilu Menurut UU No. 23 Th. 2003 tentang Pemilu
1. Partai Politik
Untuk
dapat menjadi peserta Pemilu partai politik harus memenuhi syarat :
·
diakui keberadaannya sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002
tentang Partai Politik,
·
memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua pertiga)
dari seluruh jumlah provinsi,
·
memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua pertiga)
dari jumlah kabupaten/kota di provinsi sebagaimana dimaksud dalam huruf b,
·
memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau
sekurang-kurangnya 1/2000 (seperduaribu) dari jumlah penduduk pada setiap
kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud dalam huruf c yang dibuktikan
dengan kartu tanda anggota partai politik,
·
pengurus sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c harus
mempunyai kantor tetap,
·
mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU.
1.2. Caleg Perempuan
Menurut
Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undang-undang No.
2 tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol), kuota keterlibatan perempuan dalam
dunia politik adalah sebesar 30 persen, terutama untuk duduk di dalam parlemen.
Bahkan dalam Pasal 8 Butir d UU No. 10 tahun 2008, disebutkan penyertaan
sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol
tingkat pusat sebagai salah satu persyaratan parpol untuk dapat menjadi peserta
pemilu. Dan Pasal 53 UU mengatakan bahwa daftar bakal calon peserta pemilu juga
harus memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.
Ada
yang pro dan ada yang kontra pastinya. Namun ketetapan itu sudah ada sejak awal
tahun 2004 lalu, melalui UU No 12 tahun 2003 tentang Pemilu, yang secara khusus
termaktub di pasal 65 ayat 1.
Dituliskan :
Tata Cara
Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 65 (1) Setiap Partai
Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya30%.
(2) Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon sebanyak-banyaknya 120% (seratus dua puluh persen) jumlah kursi yang ditetapkan pada setiap Daerah Pemilihan.
(2) Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon sebanyak-banyaknya 120% (seratus dua puluh persen) jumlah kursi yang ditetapkan pada setiap Daerah Pemilihan.
(3) Pengajuan calon
anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
calon anggota DPR
disampaikan kepada KPU;
calon anggota DPRD Provinsi disampaikan kepada KPU Provinsi yang bersangkutan; dan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota disampaikan kepada KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
calon anggota DPRD Provinsi disampaikan kepada KPU Provinsi yang bersangkutan; dan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota disampaikan kepada KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
1.3 Daerah Pemilihan
· Dapil I, meliputi Kecamatan Semarang Barat dan Semarang Selatan
(memperebutkan sebanyak 7 kursi);
· Dapil II, meliputi Kecamatan Semarang Utara, Semarang Tengah, dan
Semarang Timur (memperebutkan 9 kursi);
· Dapil III, meliputi Kecamatan Gayamsari,Genuk dan Pedurungan
(memperebutkan 11 kursi);
· Dapil IV, meliputi Kecamatan Tembalang dan Candisari
(memperebutkan 7 kursi);
· Dapil V, meliputi Kecamatan
Banyumanik, Gajahmungkur, dan Gunungpati (memperebutkan 9 kursi);
· Dapil VI, meliputi Kecamatan Mijen, Ngaliyan dan Tugu
(memperebutkan 7 kursi).
1.4 Surat Suara dan Tata Cara Pencoblosan
Berdasarkan
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 26 Tahun 2013 Tentang
Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan
Umum Angota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/
Kota
Surat Suara untuk
Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota:
1. 1 (satu) surat suara
hanya dapat untuk dihitung 1 (satu) suara;
2.
Surat suara sebagaimana dimaksud pada angka 1 dinyatakan sah atau
tidak sah;
3.
tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan
nama Partai Politik, suaranya dinyatakan sah untuk Partai Politik;
4.
tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon
anggota, suaranya dinyatakan sah untuk nama calon yang bersangkutan dari Partai
Politik yang mencalonkan;
5.
tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar dan
nama Partai Politik, serta tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut dan
nama calon dari Partai Politik yang bersangkutan, suaranya dinyatakan sah untuk
nama calon yang bersangkutan dari Partai Politik yang mencalonkan;
6.
tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan
nama Partai Politik, serta tanda coblos lebih dari 1 (satu) calon pada kolom
yang memuat nomor urut dan nama calon dari Partai Politik yang sama, suaranya
dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
7.
tanda coblos lebih dari 1 (satu) calon pada kolom yang memuat
nomor urut dan nama calon dari Partai Politik yang sama, suaranya dinyatakan
sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
8.
tanda coblos lebih dari 1 (satu) kali pada kolom yang memuat nomor
urut, tanda gambar, dan nama Partai Politik, tanpa mencoblos salah satu calon
pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon dari
9.
Partai Politik yang sama, suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara
untuk Partai Politik;
10. tanda coblos pada surat
suara yang diblok warna abu-abu dibawah nomor urut dan nama calon terakhir,
suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
11. tanda coblos tepat pada
garis kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar dan nama Partai Politik tanpa
mencoblos salah satu calon pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon
dari Partai Politik yang sama, suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk
Partai Politik;
12. tanda coblos tepat pada
garis kolom yang memuat 1 (satu) nomor urut dan nama calon suaranya dinyatakan
sah untuk nama calon yang bersangkutan;
13. tanda coblos tepat pada
garis yang memisahkan antara nomor urut dan nama calon dengan nomor urut dan
nama calon lain dari Partai Politik yang sama, sehingga tidak dapat dipastikan
tanda coblos tersebut mengarah pada 1 (satu) nomor urut dan nama calon,
suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
14. tanda coblos pada satu
kolom yang memuat nomor urut tanpa nama calon disebabkan calon tersebut tidak
lagi memenuhi syarat, dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik;
15. tanda coblos pada satu
kolom yang memuat nomor urut dan nama calon atau tanpa nama calon yang
disebabkan calon tersebut meninggal dunia/tidak lagi memenuhi syaratdan tanda
coblos pada satu kolom nomor urut dan nama calon dari satu Partai politik,
dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk calon yang masih memenuhi syarat;
16. tanda coblos lebih dari
1 (satu) kali pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon, dinyatakan sah
1 (satu) suara untuk calon yang bersangkutan;
17. tanda coblos pada satu
kolom yang memuat nomor dan nama calon dan tanda coblos pada kolom abu-abu,
dinyatakan sah untuk 1 (satu) calon yang memenuhi syarat;
18. tanda coblos pada kolom
yang memuat nomor, nama dan gambar Partai Politik yang tidak mempunyai daftar
calon, dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik.
2. Pemilihan Umum Anggota DPD
2.1. Pencalonan
Untuk
menjadi calon anggota DPD, peserta Pemilu dari perseorangan harus memenuhi
syarat dukungan dengan ketentuan :
·
provinsi yang berpenduduk sampai dengan 1.000.000 (satu juta)
orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 1.000 (seribu) orang pemilih,
·
provinsi yang berpenduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai
dengan 5.000.000 (lima juta) orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 2.000
(dua ribu) orang pemilih,
·
provinsi yang berpenduduk lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai
dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh
3.000 (tiga ribu) orang pemilih,
·
provinsi yang berpenduduk lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta)
sampai dengan 15.000.000 (lima belas juta) orang harus didukung sekurang-
kurangnya oleh 4.000 (empat ribu) orang pemilih,
·
provinsi yang berpenduduk lebih dari 15.000.000 (lima belas juta)
orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 5.000 (lima ribu) orang pemilih,
dengan catatan :
1. tersebar sekurang-kurangnya di 25% (dua puluh
lima persen) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan,
2. dukungan sebagaimana
dimaksud dibuktikan dengan tanda tangan atau cap jempol dan foto kopi Kartu
Tanda Penduduk atau identitas lain yang sah,
3. seorang pendukung
tidak diperbolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari satu orang calon
anggota DPD.
2.2. Surat Suara dan Tata Cara Pencoblosan
Surat Suara sah untuk Anggota DPD:
1.
1 (satu) surat suara hanya dapat dihitung untuk 1 (satu) suara;
2.
Surat suara sebagaimana dimaksud pada angka 1 dinyatakan sah atau
tidak sah;
3.
tanda coblos pada kolom 1 (satu) calon yang memuat nomor urut,
nama calon dan foto calon anggota DPD, dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk
Calon Anggota DPD yang bersangkutan;
4.
tanda coblos lebih dari satu kali pada kolom 1 (satu) calon yang
memuat nomor urut, nama alon dan foto calon anggota DPD, dinyatakan sah 1
(satu) suara untuk Calon Anggota DPD yang bersangkutan;
5.
tanda coblos tepat pada garis kolom 1 (satu) calon yang memuat
nomor urut, nama calon dan foto calon anggota DPD, dinyatakan sah 1
6.
(satu) suara untuk Calon Anggota DPD yang bersangkutan.
C. PENYELENGGARA PEMILU 2014
1. Profil Komisi Pemilihan Umum Kota Semarang
Komisioner KPU
Periode 2013-2018Kota Semarang
beranggotakan 5 orang, yaitu:
Ketua KPU Kota
Semarang
a.
Divisi : Keuangan,Logistik, Perencanaan dan Badan Penyelenggara
Henry Wahyono
( ilmu Politik di
Universitas Gadjah Mada)
ANGGOTA KPU
b.
Divisi Hukum, Pengawasan, Pencalonan,
dan Kampanye
Agus Supriyanto
c.
Divisi Pemutakhiran Data dan Daftar
Pemilih, Pengembangan Organisasi SDM dan Umum Rumah Tangga
Kharis Hidayat (IAIN
Walisongo)
d.
Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih,
Hubungan Antar Lembaga
Abdul Kholiq
e.
Divisi Pemantauan, Pemungutan dan
Penghitungan Suara, Data dan Informasi
Dra.Siti Prihatiningtyas (Dosen di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo)
2.
Profil Panitia Pemilihan Kecamatan / Kelurahan Sekaran
Panitia Pemilihan Kelurahan
Sekaran
Ketua : Doni Setiawan
Anggota : Puji astuti,
Hartoyo,Khusniati, Ita, Wasuki
3. Profil KPPS Kelurahan
Sekaran TPS 09
Ketua : Bapak Ahmad Sobirin
E.
PELAKSANAAN PEMILU
1. Pemungutan Suara
Pemilu legislatif 9 April 2014 menjadi momentum penting bagi bangsa
Indonesia untuk menentukan transisi pemerintahan secara demokratis. Oleh karena
itu, penting bagi warga negara Indonesia untuk mengetahui tata cara pemberian
suara di Tempat PemungutanSuara (TPS) agar suara yang Anda berikan sah dan
tidak sia-sia.
Tempat pemungutan suara sudah dibuka mulai pukul 07.00 waktu setempat
(selengkapnya dapat dilihat pada alur pemungutan suara). Bagi Anda yang sudah
terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau Daftar Pemilih Khusus (DPK),
Anda cukup membawa fomulir C6 yang merupakan surat pemberitahuan.
Lalu bagaimana jika formulir C6 Anda hilang dan belum dilaporkan atau
Anda belum menerima formulir dimaksud? Anda hanya perlu membawa KTP/Paspor atau
identitas lainnya agar petugas KPPS dapat memeriksa nama Anda dalam daftar
pemilih.
Lalu bagaimana bagi Anda yang belum terdaftar di DPT atau DPK tetapi
sudah memenuhi persyaratan sebagai pemilih? Anda tetap dapat memberikan hak
pilih melalui Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPK-Tb).
Untuk masuk dalam DPK-Tb, pemilih cukup mendatangi TPS sesuai
dengan alamat yang terdapat di kartu identitas. Kartu identitas yang dibawa
adalah KTP, kartu keluarga, passport, atau identitas kependudukan lain
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada hari pencoblosan, kemudian
menunjukkan kartu identitasnya kepada petugas PPS.
Setelah masuk dalam DPK-Tb, Anda akan mendapat giliran mencoblos pada
waktu satu jam sebelum TPS ditutup atau satu jam sebelum pukul 13.00 waktu
setempat. Hal ini dengan catatan apabila kertas suara pada TPS tersebut
mencukupi. Jika diperkirakan kertas suara kurang, maka petugas PPS akan
mengarahkan Anda untuk melakukan pencoblosan di TPS lain, yang berdekatan.
Komisi Pemilihan Umum juga memberikan fasilitas kepada pemilih difabel.
Untuk pemilih difabel yang ingin memberikan suara dan membawa pendamping,
pendamping dipersilahkan mengisi surat pernyataan kerahasiaan di formulir C3.
Sedangkan pemilih tuna netra difasilitasi dengan pemberian alat braile khusus
untuk surat suara DPD.
Di TPS 09 Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati
Kab. Semarang pemungutan suara dimulai pada pukul 07.00 WIB dan berakhir pada
pukul 13.20. menurut pemantauan kami, sebagian besar pemilih belum mengerti
prosedur – prosedur pemungutan suara sehingga saat proses pemungutan suara
banyak warga di TPS 09 yang masih bingung dan sedikit canggung.
2. Penghitungan Suara
Penghitungan
suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir, dan dimulai
pada pukul 13.00 waktu setempat sampai selesai. KPPS tidak dibenarkan
mengadakan penghitungan suara sebelum pukul 13.00 waktu setempat.
Akan tetapi
di TPS 09 Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kab. Semarang
penghitungan suara dimulai pukul 14.00 karena pemungutan suara dilaksanakan
sampai pukul 13.20.
a. Dalam pelaksanaan
penghitungan suara di TPS, Ketua KPPS dibantu oleh Anggota KPPS, melakukan
kegiatan :
1) Menyatakan pelaksanaan pemungutan
suara ditutup, danpelaksanaan penghitungan suara di TPS dimulai;
2) Membuka kotak suara dengan
disaksikan oleh semua yang hadir;
3) Mengeluarkan surat suara dari
kotak suara satu demi satu dan meletakkan di meja KPPS;
4) Menghitung jumlah surat suara
dan memberitahukan jumlah tersebut kepada yang hadir serta mencatat jumlah yang
diumumkan;
5) Membuka tiap lembar surat
suara, meneliti hasil pencoblosan yang terdapat pada surat suara, dan
mengumumkan kepada yang hadir perolehan suara untuk setiap pasangan calon yang
dicoblos;
6) Mencatat hasil pemeriksaan yang
diumumkan sebagaimana dimaksud pada huruf e dengan menggunakan formulir hasilpenghitungan
suara untuk pasangan
calon (Model C2-KWK.KPU) ; dan
7) Memutuskan apabila suara yang
diumumkan berbeda dengan yang disaksikan oleh yang hadir dan/atau saksi pasangan calon.
b. Ketua KPPS dalam meneliti dan menentukan sah dan tidak sah hasil
pencoblosan pada surat suara mengacu pada ketentuan tata cara mencoblos.
c. Pemilih yang hadir pada
pelaksanaan penghitungan suara di TPS, tidak dibenarkan mengganggu proses
penghitungan suara.
d. Proses penghitungan
suara di TPS dapat disaksikan oleh saksi pasangan calon, pengawas pemilu
lapangan, pemantau, wartawan, dan warga masyarakat sebagai pemilih.
e. Warga masyarakat melalui
saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya
penghitungan suara oleh KPPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
f. Apabila tidak terdapat
saksi pasangan calon di TPS, keberatan warga masyarakat sebagai pemilih dapat
disampaikan langsung kepada Ketua KPPS.
g. Dalam hal keberatan yang
diajukan oleh saksi pasangan calon dapat diterima, KPPS seketika itu juga
mengadakan pembetulan.
h. Keberatan saksi pasangan
calon dicatat dengan menggunakan formulir Model C3-KWK.KPU.
i. Apabila tidak ada
keberatan, baik dari saksi pasangan calon maupun warga masyarakat, atau tidak
terdapat kejadian khusus yang berhubungan dengan pemungutan suara dan
penghitungan di TPS, Ketua KPPS tetap mengisi formulir Model C3-KWK.KPU dengan
tulisan “NIHIL”.
j. Keberatan yang diajukan
oleh atau melalui saksi pasangan calon terhadap proses penghitungan suara di
TPS tidak menghalangi proses penghitungan suara di TPS.
3. Rekapitulasi Penghitungan Suara
Rekapitulasi Penghitungan suara di TPS 09 Kelurahan Sekaran Kec.
Gunungpati Kab. Semarang adalah sebagai berikut :
Di lampiran
4. Pelanggaran
Pemilu
4.1 Jenis Pelanggaran Pra Hari Pemungutan
- Merintangi orang menjalankan haknya dalam memilih (Pasal 260).
- Memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain dalam pengisian daftar pemilih (Pasal 261).
- Mengancam dengan kekerasan atau menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih (Pasal 262)
- Petugas PPS/PLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih (Pasal 263)
- Anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu/Panwaslu dalam hal pemutakhiran data pemilih yang merugikan WNI yang memiliki hak pilih (Pasal 264)
- Penyuapan (Pasal 265)
- Mengaku sebagai orang lain (Pasal 266)
- Anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu/Panwaslu dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon peserta pemilu (Pasal 267)
- Anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu/Panwaslu dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon peserta pemilu dan kelengkapan administrasi bakal calon anggota legislative (Pasal 268).
- Melakukan kampanye luar jadwal KPU (Pasal 269)
- Melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu (Pasal 270)
- Pelaksana kampanye yang melanggar (Pasal 271)
- Pejabat Negara yang melanggar pelaksanaan kampanye (Pasal 272)
- Pelanggaran yang dilakukan anggota PNS,TNI/POLRI dan pernagkat desa dalam pelaksanaan kampanye (Pasal 273)
- Melaksanakan kampanye dengan menjanjikan atau memberikan uang dan imbalan lain (Pasal 274)
- Anggota KPU yang melakukan tindak pidana pemilu dalam pelaksanaan kampanye pemilu (Pasal 275)
- Memberi atau menerima dana kampanye yang melebihi batas yang ditentukan (Pasal 276)
- Menerima dana kampanye dari pihak asing atau pihak yang tidak jelas identitasnya (Pasal 277)
- Menghalangi dan mengganggu jalannya kampanye pemilu (Pasal 278)
- Pelaksana kampanye yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilu (Pasal 279)
- Pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang mengganggu tahapan penyelenggaraan pemilu (Pasal 280)
- Memberikan laporan yang tidak jelas dalam laporan dana kampanye (Pasal 281)
- Mengumumkan hasil survey atau jajak pendapat dalam tenang (Pasal 282).
4.2 Jenis Pelanggaran Pada Hari Pemungutan
a. Melakukan kampanye luar
jadwal KPU (Pasal 269)
b. Melanggar larangan
pelaksanaan kampanye pemilu (Pasal 270)
c. Pelaksana kampanye yang
melanggar (Pasal 271)
d. Pejabat Negara yang
melanggar pelaksanaan kampanye (Pasal 272)
e. Pelanggaran yang
dilakukan anggota PNS,TNI/POLRI dan pernagkat desa dalam pelaksanaan
kampanye (Pasal 273)
f. Melaksanakan kampanye
dengan menjanjikan atau memberikan uang dan imbalan lain (Pasal 274)
g. Anggota KPU yang
melakukan tindak pidana pemilu dalam pelaksanaan kampanye pemilu (Pasal 275)
h. Memberi atau menerima
dana kampanye yang melebihi batas yang ditentukan (Pasal 276)
i. Menerima dana kampanye
dari pihak asing atau pihak yang tidak jelas identitasnya (Pasal 277)
j. Menghalangi dan
mengganggu jalannya kampanye pemilu (Pasal 278)
k. Pelaksana kampanye yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilu (Pasal 279)
l. Pelaksana, peserta, atau
petugas kampanye yang mengganggu tahapan penyelenggaraan pemilu (Pasal 280)
m. Memberikan laporan yang tidak jelas dalam
laporan dana kampanye (Pasal 281)
n. Mengumumkan hasil survey
atau jajak pendapat dalam tenang (Pasal 282).
4.3 Jenis Pelanggaran
Pasca Hari Pemungutan
a.
Menyebabkan peserta pemilu mendapatkan tambahan atau berkurangnya
perolehan suara (Pasal 288)
b.
Merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah
disegel (Pasal 293)
c.
Anggota KPU tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS padahal
dalam persyaratan untuk pemungutan suara ulang terpenuhi (Pasal 296)
d.
Menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan
penghitungan suara yang sudah tersegel (Pasal 297)
e.
Mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat
hasil penghitungan suara (Pasal 298)
f. Anggota KPU yang mengakibatkan hilang atau
berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan
sertikat penghitungan suara (Pasal 299)
g.
Merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi
penghitungan suara hasil pemilu (Pasal 300)
h.
Ketua KPPS/KPPSLN tidak membuat dan menandatangani berita acara
perolehan suara peserta pemilu (Pasal 301)
i. KPPS/KPPSLN tidak memberikan salinan
satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat
hasil penghitungan suara kepada saksi peserta pemilu,pengawas pemilu lapangan,
PPS, dan PPK (Pasal 302)
j. KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan
keutuhan kotak suara dan meyerahkan kotak suara tersegel, dan sertifikat hasil
penghitungan suara kepada PPK (Pasal 303)
k.
Pengawas Pemilu lapangan (PPL) yang tidak mengawasi
penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu yang tidak mengawasi
penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU (Pasal 304)
l. PPS yang tidak mengumumkan hasil
penghitungan suara (Pasal 305)
m. KPU tidak menetapkan
perolehan hasil pemilu secara nasional (Pasal 306)
n.
Melakukan penghitungan cepat dan mengumumkan hasil
penhitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara (Pasal 307).
o.
Melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil
penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi pemilu (Pasal 308)
p.
KPU yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 309)
q.
Bawaslu/Panwaslu yang tidak menindaklanjuti temuan dan/atau
laporan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh KPU,PPK,PPS/PPLN, dan/atau
KPPS/KPPSLN (Pasal 310)
r. Penyelenggaran pemilu melakukan pelanggaran
pidana pemilu (Pasal 311)
F. ANALISIS PEMILU
Pemilu sudah dilaksankan pada tanggal 9 April 2014
tepatnya hari rabu. Pada pelaksanaan pemilu ini tentu berbeda dengan
pelaksanaan pemilu tahun 2009. Pada tahun 2009 pemilu legislatif diikuti oleh
48 partai sedangkan pada pemilu legislatif tahun 2014 hanya diikuti oleh 15
partai yang 3 diantaranya adalah partai khusus daerah Aceh.
Seperti pemilu tahun 2009, pada
pemilu ini juga banyak masyarakat yang tidak mengikuti atau tidak memberikan
hak suaranya yang sering disebut dengan GOLPUT. Ada beberapa alasan masyarakat
berperilaku GOLPUT yaitu :
- Pertama. Golput teknis, yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah.
- Kedua. Golput teknis-politis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu).
- Ketiga. Golput politis, yakni mereka yang merasa tidak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan.
- Keempat. Golput ideologis, yakni mereka yang tidak percaya pada mekanisme demokrasi (liberal) dan tidak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain.
Menurut pengamatan saya,
masyarakat sudah jenuh mendengar berita korupsi di Indonesia sehingga
masyarakat merasa kecewa dan tidak mau memberikan suaranya. Ada juga masyarakat
yang memilih caleg karena mendapat uang dari caleg tersebut. Hal ini tentu
melanggar peraturan karena money politik dilarang oleh Undang – Undang.
Saat penerimaan daftar caleg sekarang ini,
seharusnya menjadi saat menutup celah bagi para bedebah. Saat diketahui adanya
partai yang tidak sepenuhnya memenuhi syarat keterwakilan perempuan, adanya
caleg yang tidak menyertakan seluruh persyaratan, adanya daftar caleg ganda
seperti dilansir Formappi, adanya caleg yang terkait masalah hukum, dan kasus
lain merupakan saat di mana seharusnya KPU menunjukkan keutamaan.
Saat ini juga merupakan saat bagi KPU
mengeluarkan aturan kampanye yang menjamin keadilan, saat bagi KPU
memutakhirkan daftar pemilih, dan saat dimulainya penegakan aturan, termasuk
aturan yang melarang pejabat menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan
pemenangan pemilu sehingga para bedebah akan tercegah.
Tulisan ini adalah peringatan dini, jangan
sampai bangsa ini dua kali terperosok pada kondisi pemilu anarkistis. Kuncinya
ada pada langkah dan kebijakan penyelenggara pemilu, terutama KPU. Saat-saat
digelarnya sejumlah tahapan pemilu, jangan sampai menjadi saat karpet merah
bagi para bedebah
Masyarakat juga
bingung karena sangat sulit mencari partai politik yang bersih. Sejumlah kasus
dugaan suap dan korupsi yang melibatkan hampir semua parpol di negeri ini tidak hanya benar-benar mengecewakan publik,
tetapi juga menimbulkan pertanyaan, masih adakah parpol yang bersih dan layak
dipilih? Jika tidak, masih perlukah Pemilu 2014 digelar?
Pertanyaan ekstrim di atas wajar-wajar saja muncul jika dua parpol yang
selama ini terdepan menepuk dada sebagai partai
bersih, Partai Demokrat dan Partai Keadilan
Sejahtera, ternyata dirundung dugaan skandal suap dan korupsi. Belum reda
keterkejutan kita atas nasib sejumlah pimpinan teras Demokrat yang ditetapkan
sebagai tersangka kasus Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, tiba-tiba
publik dikagetkan oleh penangkapan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.
Seperti ramai diwartakan, Luthfi dijadikan
tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap impor daging sapi yang otoritasnya
berada di tangan Menteri Pertanian Suswono, kader PKS lainnya. Skandal suap dan
korupsi impor daging sapi semakin ramai bukan hanya lantaran tersangka Ahmad
Fathanah, sahabat sekaligus “broker” Luthfi dengan
otoritas Kementerian Pertanian, diduga mengalirkan rezeki haram ke sejumlah
perempuan sosialita, tetapi juga turut menyeret PKS.
Sebagai parpol yang mengusung semboyan “bersih
dan peduli”, skandal suap daging sapi yang menyeret Luthfi jelas mencoreng
citra bersih PKS. Terlepas dari soal bahwa skandal ini hanya melibatkan Luthfi
secara personal, namun jelas mustahil bagi Luthfi
mempunyai akses untuk memperoleh kuota impor daging sapi dari Menteri Pertanian
jika dia bukan dalam posisi sebagai pemimpin tertinggi PKS. Dengan kata lain,
citra buruk partai adalah risiko yang harus diterima setiap parpol jika
petinggi parpol yang bersangkutan tersangkut kasus hukum.
Nila Setitik Kasus Demokrat dan PKS semakin
membuka mata kita betapa sulitnya menemukan parpol yang benar-benar bersih dari
skandal korupsi di negeri ini. Ironisnya, kasus suap dan korupsi tidak hanya
dilakukan para politisi parpol berlatar belakang sekuler-nasionalis, melainkan
juga partai-partai agama dan berbasis agama. Dari segi posisi terhadap
kekuasaan, politisi korup bukan hanya berasal dari parpol koalisi, tetapi juga
dari oposisi. Sementara dari segi klaim subyektif, hampir tidak ada perbedaan
antara parpol yang mengusung haluan sebagai parpol bersih, dan parpol yang
sejak awal memang tidak berani gegabah menepuk dada seperti itu.
Oleh karena itu tidak mengherankan jika jika
tingkat kepercayaan publik terhadap parpol-parpol kita cenderung terus merosot
dari waktu ke waktu. Di luar musim pemilu (dan juga
pemilihan kepala daerah), publik hanya disuguhi perilaku korup para politisi
parpol yang ironisnya tidak kunjung berkurang kendati intensitas pemberantasan
korupsi oleh KPK, kepolisian, dan kejaksaan juga cukup meningkat. Sudah tentu
tidak semua politisi berperilaku demikian, namun ibarat kata pepatah, “(karena)
nila setitik maka rusaklah susu sebelanga”.
Barangkali inilah problem besar bangsa kita di
balik eforia parpol dan politisi menyongsong Pemilu 2014. Pemilu adalah momentum bagi publik untuk “menghukum” parpol dan politisi
yang tidak bertanggung jawab. Namun jika perilaku oportunistik dan koruptif
parpol dan politisi tidak berkurang, dan sebagian besar anggota parlemen
diajukan kembali sebagai calon anggota legislatif dalam pemilu mendatang, lalu
siapa lagi yang harus dipilih?
Standar Etika Fakta bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara parpol
nasionalis-sekuler dan partai agama (Islam) dalam soal korupsi benar-benar
mencengangkan publik. Realitas ini membongkar asumsi umum yang berlaku,
seolah-olah partai Islam dan berbasis Islam memiliki standar moralitas lebih
baik atau lebih “tinggi” dibandingkan partai nasionalis-sekuler. Berbagai kasus
suap dan korupsi yang melibatkan hampir semua parpol selama ini justru
memperlihatkan, parpol atas nama apa pun di negeri ini tidak memiliki standar
etika yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.
Konsekuensi logis dari kenyataan tersebut
adalah berlangsungnya perebutan kue kesempatan untuk melakukan tindak pidana
korupsi oleh para politisi hampir tanpa kecuali. Belum begitu jelas bagi kita,
berapa besar bagian atau persentase yang diterima parpol dari dana-dana haram
hasil suap dan korupsi ini, berapa pula yang masuk ke kantong pribadi. Yang
jelas adalah, parpol dan para politisi busuk yang melakukannya saling
melindungi selama tindak pidana korupsi itu tidak tercium oleh KPK dan aparat
penegak hukum lainnya.
Akan tetapi begitu skandal korupsi terungkap,
para petinggi parpol secara berapi-api membela parpol mereka, seolah-olah
partai secara institusi tidak terkait, seakan-akan korupsi bisa berlangsung
tanpa fasilitas, dukungan, infrastruktur, dan kedudukan strategis sebagai
pengurus parpol. Juga, seakan-akan parpol bisa membiayai diri tanpa dana-dana
haram yang dicuri dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan
anggaran daerah (APBD).
Itulah sekilas potret buruk parpol dan politisi
kita menjelang Pemilu 2014, yakni parpol-parpol dan para politisi yang hanya
siap berkuasa namun tidak siap bertanggung jawab, apalagi berkorban bagi bangsa
dan negaranya. Mereka menebar pesona dan menabur janji-janji surga demi
dukungan dan mandat politik melalui pemilu, namun
kemudian mencampakkan nasib rakyat dan bangsanya hanya sebagai alas kaki
syahwat kekuasaan.
Barangkali disinilah urgensi reformasi
perundangan-undangan pemilu dan keparlemenan kita ke depan, yakni bagaimana
melembagakan mekanisme akuntabilitas yang lebih langsung antara para wakil dan
konstituennya. Salah satu instrumen yang diperlukan adalah adanya mekanisme
institusional bagi publik untuk menggugat para wakil yang korup dan tidak
bertanggung jawab tanpa harus menunggu pemilu berikutnya. Kalau tidak, maka
pemilu pada akhirnya hanya menjadi “pesta” bagi parpol dan politisi, sementara
rakyat kita mencuci piringnya.
G. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari laporan dan pengamatan yang saya lakukan di TPS
09 Kelurahan Sekaran Kec. Gunungpati Kota Semarang dapat kami ambil kesimpulan
sebagai berikut :
a)
Terjadi banyak
pelanggaran oleh partai politik baik saat kampanye, sebelum hari pemungutan
maupun pasca pemungutan suara
b)
Ada beberapa
alasan masyarakat memilih golput yaitu golput teknis, golput teknis – politis,
golput politis, dan golput ideologis
c)
Masyarakat sudah
bosan dengan janji – janji yang diberikan oleh caleg – caleg sehingga
masyarakat lebih memilih untuk bekerja daripada harus memilih datang ke TPS
terdekat.
d)
Banyak caleg dan
parpol yang menggunakan money politik dengan membagi – bagikan uang kepada warga
agar memilih partai tersebut dan hal ini sudah Peraturan yang berlaku
2. Rekomendasi
2.1 Rekomendasi Untuk Penyelenggara Pemilu
a)
Surat suara agar sampai di TPS tepat waktu
tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat agar memperkecil pelanggaran
b)
Memberikan simulasi atau penyuluhan tentang
tata cara pencoblosan dan bahaya golput
c)
Menekan angka golput seminimal mungkin
2.2 Rekomendasi Untuk Pengawas Pemilu
a)
Pengawas
sebaiknya lebih teliti dan lebih tegas terhadap pelanggar ketentuan pemilu
sehingga tidak ada lagi yang melanggar UU pemilu dan pemilu dapat berjalan
secara lancer dan terkendali
b)
Tidak menerima suap karena banyak panwas yang
menerima suap dari caleg atau parpol untuk menggembungkan suara
c)
Bekerja dengan
penuh tanggungjawab
2.3 Rekomendasi untuk Peserta Pemilu
a)
Sesibuk –
sibuknya pemilih, diharapkan tetap memberikan suaranya dan tidak golput
b)
Diharapkan bagi
semua pemilih agar tidak memilih caleg – caleg yang membagi – bagikan uang
karena disamping sudah melanggar peraturan, money politik juga berpotensi
sebagai alasan korupsi bagi para caleg.
c)
Diharapkan bagi
pemilih yang tempat tinggalnya dekat dengan TPS agar ikut mengawasi jalannya
pemungutan suara dan penghitungan suara agar tidak terjadi pelanggran
d)
Jadilah pemilih
yang cerdas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar